Recent posts

UN Dihapus!

April 20, 2017 0 Comments

foto www.iyasung.blogspot.co.id
UN dihapus! Entah ini kabar baik atau kabar buruk. Namun, sepertinya ini kabar baik dan menggembirakan bagi siswa di seluruh Indonesia. Karena tahun 2017, mereka tidak harus belajar sistem kebut semalam (SKS) dan berbohong dengan mengakali berkas soal bahkan mencari kunci jawaban untuk mendapatkan nilai ujian lebih bagus. Meskipun ujian nasional (UN) tidak lagi menjadi patokan sebagai kelulusan siswa di sekolah. Akan tetapi, setiap kali momen ini datang, sepertinya siswa dihadapkan pada persidangan masa depan dirinya antara menjadi generasi pintar atau generasi bodoh.

Setiap tahun UN selalu dilaksanakan. Setiap tahun pula UN menjadi musuh berat bagi siswa. Apalagi siswa yang di sekolahnya hanya menggugurkan kewajiban sekadar datang dan pulang. Tanpa menyerap mata pelajaran di sekolah dengan serius atau mengulang mata pelajaran setelah sampai di rumah. UN memang sebuah fenomena. Oleh karena itu, standar penilaian ujian ini seolah-olah bisa menyimpulkan bahwa pendidikan di daerah tertentu sudah maju atau masih kaut-marut. Padahal itu tidak bisa disamaratakan sebagai sebuah kegagalan atau keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.

Wewenang Sekolah
Walaupun UN bukan menjadi standar kelulusan siswa, tapi hal tersebut menandakan bahwa sistem pendidikan di negeri ini belum ajeg lan kokoh. Kurikulum sebagai standar baku pelaksanaan pendidikan di sekolah seperti menjadi ajang uji coba bagi para pemiliki kebijakan. Sementara para siswa di sekolah harus pasrah menjadi kelinci percobaan atas kebijakan itu. Dengan begitu kesemrawutan persepsi cara mengajar sesuai standa tersebut antarguru di sekolah membuat bingung yang ujungnya berpengaruh tidak baik untuk keberlangsung siswa dalam belajar.

Seharusnya kurikulum sudah menjadi paten yang tidak bisa diubah-ubah sehingga guru dan siswa lebih fokus mengajar dan belajar menuju hasil pendidikan bermutu. Kemudian UN juga tidak harus menjadi standar baku dalam menyimpulkan keberhasilan siswa dalam belajar. Apalagi dijadikan keberhasilan sebuah pendidikan di suatu daerah. Karena yang paling tahu dan paham sistem tersebut terlaksana adalah guru di sekolah. Dengan demikian, wewenang sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mengukur siswa tersebut pantas lulus atau tidak akan maksimal. Sedangkan UN diadakan ataupun ditiadakan cukup hanya sebagai sampel administrasi untuk pihak pusat dan dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan. Apakah sekolah-sekolah di daerah tersebut kekurangan sarana-prasarana, kekurangan guru, atau kurang bahan ajar.       

Gebrakkan kebijakan setiap kali pergantian kepemimpinan dalam sebuah instansi pemerintah sudah menjadi hal biasa di negeri ini. Bahkan hal tersebut cenderung seperti ingin menunjukkan bahwa kepemimpinan dulu dengan kebijakan lamanya sehingga harus diganti dengan kebijakan baru dari kepemimpinan baru. Kebijakan sering berganti-ganti itu cenderung membuat pusing tujuh keliling pendidik atau guru yang merasakan langsung di lapangan. Karena mereka harus menyesuaikan diri dengan cepat terhadap kebijakan baru itu. Seandainya ada formula lebih bagus namun sederhana dalam memajukan pendidikan dan mencerdaskan anak bangsa, kemungkinan para guru akan memilih cara itu ketimbang harus mengulang sistem-sistem pendidikan yang baru tapi prosesnya hampir sama, yakni sama-sama bikin susah.[*]

Januari-April 2017

Muhzen Den lahir di Kampung Ciloang, Kota Serang, Banten. Menamatkan pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi (S1) di Banten. Aktif berkegiatan di Rumah Dunia sebagai relawan. Sekarang tengah merantau di DKI Jakarta menjadi pegawai swasta di perusahaan media nasional.







0 komentar: